Selamat Menjalankan Ibadah Puasa 1436H

Semoga kita selalu diberkahi dibulan yang penuh maghfiroh.

Pondasi Awal Masjid Rahmatan Lil Alamin

Pondasi Masjid menggunakan Pondasi kapal yang tahan gempa.

Masjid Rahmatan Lil Alamin

Di sini orang-orang beriman membangun Masjid Rahmatan Lil Alamain.

Kubah Masjid Rahmatan Lil Alamin

Memiliki 4 kuba Khulafaur Rasyidin, dan 8 Kubah tambahan di delapan penjuru mata angin.

Masjid Rahmatan Lil Alamin tampak dari Selatan

Masjid ini memiliki 7 lantai yang dilengkapi fasilitasi Lift dan eskalator di setiap lantainya.

Masjid Rahmatan Lil Alamin di Malam Hari

Lampu menerangi pemandangan yang indah pembangunan Masjid Rahmatan Lil Alamin.

Sabtu, 05 September 2015

Bersatu Bahu Membahu Mensukseskan Program JAMMAS

Setelah palu diketok tanda dimulainya program JAMMAS seluruh civitas Al-Zaytun bergerak. Tujuannya hanya satu agar Masjid Rahmatan Lil Alamin segera selesai. Koordinator yang tersebar di seluruh Jawa, bertanggung-jawab mengumpulkan jahte yang akan dijadikan bibit. Setiap hari di akhir Desember tahun 2014 lalu mereka mencari dan menelisik dimana kebaradaan jahe gajah bermutu tinggi yang bisa dikembangkan untuk bibit. Ini bukan pekerjaan mudah, karena volume jahe yang akan dijadikan bibit jumlahnya ribuan kilogram. Boleh dibilang ini tak sekadar bibit biasa yang umumnya tidak memerlukan jate terlalu banyak.

Pencarian bibit memang menjadi salah satu langkah paling krusial meski tidak bisa dikatakn langkah pertama suksesnya program JAMMAS. K. Sejalan dengan agenda arena ditargetkan penanaman jahe unutk bibit ini harus selesai Januari 2015 atau hanya satu bulan bagitu gong ditabuh tanda dimulakannya program JAMMAS. Sejalan dengan agenda kerja bahwa jahe akan dipanen saat berumur sepluh bulan yang direncanakan Oktober 2015. Hasil panen pertama inilah yang akan dikembangkan untuk skala lebih luas, direncanakan memerluan 20 ton jahe.

Estimasinya satu titik tanam akan menghasilkan 20 kg jahe, untuk mendapatkan 20 ton itu diperlukan seribu titik tanam. Jika rata0rata stu titik tanam memerlukan dua kg, maka start pertama untuk bibit ini dibutuhkan dua ton jahe. Itu belum ditambah spare karena sudah barang tentu ada jahe yang tidak layak untuk bibit.

Kerja keras kemudian menjadi kata kunci keberhasilan. Jika agenda selesai tanam memerlukan waktu satu bulan, untuk penyediaan bibit pastilah lebih cepat dari dari itu. Karena Jahe yang akan dijadikan bibit mesti dipilah dan dipilih. Jadi para coordinator ini maksimal hanya mempunyai waktu setengah bulan untuk mencari jahe-jahe yang akan dijadikan bibit.

Mencari sumber-sumber penghasil jahe dan kantong-kantong jahe baik skala besar maupun kecil kemudain menjadi satu keharusan. Dimana pun, dari ujung timur Jawa sampai Banten jika mendapat informasi keberadaan jahe dalam jumlah besar akan diburu. Tidak mengenal waktu apakah pagi, siang atau sore, bahkan malam sekalipun. Karena pendeknya waktulah yang mengejar para koordinator.

Hasil kerja keras dalam waktu singkat itu melegakan semua civitas Al-Zaytun. Karena jerih payah selama dua Ahad itu membuahkan hasil yang mengembirakan. Ratusan peti berisi puluhan jahe siap untuk bibit mampu didatangkan oleh para koordinator. Memang tidak sekaligus, mengingat sulitnya mencari jahe dalam skala besar dalam satu tempat. Terkadang para koordinator hanya mendapatkan puluhan kilogram jahe dalam satu lokasi yang sudah didatangi. Tetapi itu tak jadi soal. Dari hanya puluah kilogram ini kemudian dikumpulkan dalam satu tempat sampai volumenya layak untuk dikirim ke Al-Zaytun. Bukan hanya pantas berkaitan dengan kuantitas saja, perkara bensin menjadi salah satu pertimbangan.

Alhasil jahe yang akan dijadikan bibit tibanya tidak serentak. Bartahap ! Keuntungan dari kedatangan jahe secara bertahap ini adaah tetap terjaganya kualitas jahe yang akan dijadikan bibit karena begitu samapai di Al-Zaytun langsung disortir dan ditanam mana yang layak untuk bibit atau sebaliknya. Jahe pun tidak mengalami penumpukan yang bisa mengakibatkan kebusukan.

Selain itu efisiensi tenaga kerja juga menjadi salah satu yang menjadi kelebihan. Karena jika jahe datang serentak sesuai dengan target pastilah untuk memilahnya memerlukan tenaga yang tidak sedikit. Itu belum termasuk ketelitian saat penyortiran. Barang dengan volume besar proses memilihnya jauh lebih sulit.

Saat para koordinator “gerilya” mencari jahe, relawan di Al-Zaytun mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan proses tanam. Empat lokasi disiapkan. Semuanya di dalam kampus Al-Zaytun. Ada yang di sebelah timur Waduk Istisqa’, di utara Masjid Rahmatan Lil Alamin, dan satu lagi di samping utara kantin umum. Sisanya di depan Gedung Perkuliahan Soeharto, tepatnya di lokasi yang akan dijadikan Gedung Pembelajaran Ir. Ahmad Soekarno.

Sistem yang digunakan untuk penanaman pembibitan tak ubahnya seperti proses pengolahan tanah untuk tanam bawang merah, berupa bedengan. Lajur-lajur bedengan dibentuk lebar kurang lebih dua meter. Di atas bedengan inilah karung-karung yang sudah diisi media tanam sebagai tempat nenaman jahe diletakan. Setiap bedengan diisi sebanyak empat karung berjejer dan berbanjar sepanjang bedengan tersebut. Pola bedengan ini dibuat ujuannya tak lain agar tanaman jahe tidak terendam ketika hujan turun. Kanan kirinya dibentuk selokan-selokan sebagai saluran air dan tempat lalu-lalang petugas yang merawat jahe.

Bersamaan penyediaan lahan, pembuatan media tanam pun dilakukan. Ribuan kubik tanah dengan kandungan unsur hara cukup diambil dari beberapa tempat yang ada di sekitar Kampus Al-Zaytun. Tanah ini kemudian dicampur dengan pupuk kandang dari peternakan Al-Zaytun. Ditambah pula sekam yang merupakan “limbah” penggilingan padai yang dimiliki Al-Zaytun. Perpaduan unsur-unsur tersebut diharapkan menjadi sebuah media tanam yang “mak nyus” untuk tumbuh kembangnya bibit-bibit jahe.

Lantaran volumenya sangat besar proses pencampuran untuk media tanam ini tidak manual, menggunakan cangkul misalnya. Backhoe yang biasanya digunakan untuk mengeruk tanah menjadi pilihan yang tepat. Dengan alat berat ini tanah, pupuk kandang dan sekam yang berpuluh-puluh kubik akan cepat tercampur dengan rata sesuai perbandingan yang diinginkan.

Puluhan relawan setiap hari bertugas memasukan media tanam yang sudah jadi ke dalam karung-karung yang telah di desain khusus. Ada yang bertugas menyerok dan memasukan media tanam ke dalam karung, ada yang bagian memegangi karung. Ada pula yang mendapat jatah menata karung-karung yang sudah diisi. Mereka bekerja dengan penuh tanggung jawab yang diselingi canda tawa seakan tidak mengenal lelah dalam menyelesaikan tugas. Sebagai bentuk respon positif dengan adanya program JAMMAS ini.

Karung-karung yang sudah terisi media tanam “diterbangkan” menuju lokasi yang telah dipersiapkan. Truk pengangkut siap memberangkatkan ke lokasi yang jauh dari pencampuran media. Sedangkan yang sudah didekat lokasi, media itu diangkut dengan dipikul secara bergotongan untuk diletakan di atas bedengan. Hilir-mudik pengangkutan media tanam ini seakan menjadi kegiatan olahraga relawan Al-Zaytun.

Di atas lahan bedengan yang sudah terbentuk, karung-karung itu dijejer berbaris. Pengaturannya pun ditata sedemikian rupa supaya terlihat rapid an teratur. Ketika kita memandang laksana menyaksikan ratusan bahkan ribuan tentara yang berbaris dalam regunya masing-masng. Di dalam polybag itulah bibit-bibit jahe “diternak” hingga kelak menjadi “keluarga besar” yang mampu memenuhi kebutuhan bibit puluhan bahkan ratusan hektar lahan JAMMAS.




Three-red-handdrawn-down-arrows


Ternyata Wali Songo Dakwah Atas Perintah Khalifah

Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo. Tapi tak banyak orang tahu, siapa sebenarnya Walisongo itu? Dari mana mereka berasal? Tidak mungkin to mereka tiba-tiba ada, seolah turun dari langit?

Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.

Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.

Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).
Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.

Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan.

Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut.

PERIODE DAKWAH WALI SONGO

Kita sudah mengetahui bahwa mereka adalah Maulana Malik Ibrahim ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai. Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Tanah Jawa.

Pada periode berikutnya, antara tahun 1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yang wafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati).

Mulai tahun 1463M makin banyak da’i ulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindah tugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit.

Banyaknya gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian yang berarti Tuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa dakwah Islam sudah terbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit. Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu.

Hubungan tersebut juga nampak antara Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah. Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun 1563M, penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah mau menolong mereka.

Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang disibukkan dengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelah tertunda selama dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yang terdiri dari 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk membantu masyarakat Aceh yang terkepung.

Namun, sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba di Aceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut selain membawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata dan peralatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasa setempat untuk mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalam berbagai arsip dokumen negara Turki.
Hubungan ini nampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan diantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan Banten misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu. Demikian pula Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekah tahun 1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasil mengirim utusan membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah.

Hasil misi ke Mekah ini sangat sukses, sehingga dapat dikatakan kesultanan Banten sejak awal memang meganggap dirinya sebagai kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar sultan dari Syarif mekah.

Hubungan erat ini nampak juga dalam bantuan militer yang diberikan oleh Khilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari cara pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani (1300-1922).

Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.
Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirim utusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlah besar alat tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim II mengirim sebuah armada ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan ke Yaman. Bahkan Snouck Hourgroye menyatakan, “Di Kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk Muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Batavia membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki.

Di istambul juga dicetak tafsir al-Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. Sultan Turki juga memberikan beasiswa kepada empat orang anak keturunan Arab di Batavia untuk bersekolah di Turki.
Pada masa itu, yang disebut-sebut Sultan Turki tidak lain adalah Khalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Selain itu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh Deliar Noer mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjuru tanah air, melihat stambol (Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah) masih senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yang kekuasaannya mungkin agaknya untuk sementara berkurang oleh adanya kekuasaan orang-orang kafir, tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagai raja dari segala raja di dunia. Mereka juga berpikir bahwa “sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan memberikan penghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwa Islam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan Khilafah Turki Utsmani.
Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah, baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah Utsmaniyah telah nampak jelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di 
Kesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah, dan pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah.
Dengan mengacu pada format sistem kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) pada masa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz. Jadi, wali yang berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahan gelar melainkan pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinya penguasa. Karenanya, penganugerahan gelar sultan oleh wali lebih merupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam. Sementara itu, kelihatan Aceh memiliki hubungan langsung dengan pusat khilafah Utsmaniyah di Turki.

KESIMPULAN

Jumlah dai yang diutus ini tidak hanya sembilan (Songo). Bahkan ada 6 angkatan yang dikirimkan, masing-masing jumlanya sekitar sembilan orang. (Versi lain mengatakan 7 bahkan 10 angkatan karena dilanjutkan oleh anak / keturunannya)
Para Wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki. Beliau ini ahli politik & irigasi, wafat di Gresik.
- Maulana Malik Ibrahim ini menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara.

- Seangkatan dengan beliau ada 2 wali dari Palestina yg berdakwah di Banten; salah satunya Maulana Hasanudin, beliau kakek Sultan Ageng Tirtayasa.
- Juga Sultan Aliyudin, beliau dari Palestina dan tinggal di Banten. Jadi masyarakat Banten punya hubungan darah & ideologi dg Palestina.
- Juga Syaikh Ja'far Shadiq & Syarif Hidayatullah; dikenal disini sebagai Sunan Kudus & Sunan Gunung Jati; mereka berdua dari Palestina.
- Maka jangan heran, Sunan Kudus mendirikan Kota dengan nama Kudus, mengambil nama Al-Quds (Jerusalem) & Masjid al-Aqsha di dalamnya.
(Sumber Muhammad Jazir, seorang budayawan & sejarawan Jawa , Pak Muhammad Jazir ini juga penasehat Sultan Hamengkubuwono X).
Adapun menurut Berita yang tertulis di dalam kitab Kanzul ‘Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al Maghribi.
Sultan Muhammad I itu membentuk tim beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa dimulai pada tahun 1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli mengatur negara dari Turki.

Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 M/808 H. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli ruqyah.


Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1436 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina
8. Maulana 'Aliyuddin, asal Palestina
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran.


Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim


Wali Songo Angkatan ke-4,1473 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim


Wali Songo Angkatan ke-5,1478 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim


Wali Songo Angkatan ke-6,1479 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Tembayat, asal Pandanarang
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim


(Dari berbagai sumber)



Three-red-handdrawn-down-arrows


Lima Masjid Bersejarah di Amerika Serikat

Amerika Serikat memiliki sejumlah masjid yang tersebar di beberapa negara bagian. Huffington Post menulis lima masjid bersejarah di negeri tersebut diantaranya adalah :

Islamic Center or Washington


Bangunan ini terletak di Embassy Row, tempat berkumpulnya sejumlah kedutaan besar asing Tempat pusat kegiatan Islam itu memiliki dua peranan penting, yaitu dalam ibadah dan sejarah.


Awalnya, pembangunan sebuah masjid di Washington DC lahir dari diskusi antara M abu Al-Hawa dan mantan duta besar Mesir Mahmood Hassan Pasha pada tahun1944. Bangunan bersejarah tersebut dirancang oleh seorang arsitek dari Italia, Mario Rossi, dengan rancangan eksteriornya mengikuti arsitektur masjid di Timur Tengah.

Bangunan Islamic Center juga menggabungkan berbagai budaya Muslim, seperti lampu kaca dari Mesir, karpet tradisional dari Iran, jendela kaca patri dari Maroko, dan sumbangan lainnya memberi masjid identitas Islam Global.

Pada saat peresmiannya tahun 1957, dalam pidatonya, Presiden Dwight Eisenhower memuji tradisi belajar dan budaya yang kaya bagi dunia Islam yang memiliki pengaruh penting dari peradaban dunia selama berabad-abad.

Islamic Center of Southern California

Didirikan pada 1952, Islamic Center Kalifornia Selatan merupakan satu-satunya masjid di Los Angeles. Pada saat itu, sebagian besar peserta masjid adalah mahasiwa asing Muslim yang bersekolah di UCLA dan University of Southern California.

Pada tahun 1960, imigran muslimpun berdatangan ke daerah Los Angeles. Mereka berasal dari Burma, Mesir, India, Pakistan, Irak dan Iran, banyak di antara mereka langsung menjadi anggota masjid.

Sampai saat ini, ribuan orang shalat berjamaah di masjdi tersebut setiap Jumat. Masjid tersebut juga telah menjadi pusat kajian Islam dan salah satu masjid terbesar di California Selatan.

Mother Mosque of America

Setelah dikenal sebagai the Rose of Fraternity Lodge, Mother Mosque of America mungkin merupakan bangunan pertama yang dibangun sebagai sebuah masjid di Amerika Utara. Pada awal abad 20, banyak imigran Muslim yang datang ke Amerika Serikat, kebanyakan dari mereka bekerja sebagai petani atau pemilik toko di Modwest.

Kota Iowa sangatlah populer bagi umat Islam untuk menetap dan merupaka kota yang pertama mengundang imam untuk memberikan ceramah doa di ibu kota negara, Des Moines.

Kemudian, pada tahun 1971, dibangun Islamic Center Cedar Rapids, menggantikan tempat ibadah yang kecil. Kemudian 20 tahun berikutnya, beberapa pemilik merasa bangunan masjid memburuk sampai Dewan Islam Iowa dibeli dan diperbarui serta dikembalikan sebagai pusat kebudayaan Muslim pada tahun 1990.

Mother Mosque of America terdaftar sebagai bangunan bersejarah di Iowa dan masuk ke dalam bangunan bersejarah secara nasional pada tahun 1966 dan disebut sebagai Moslem Temple.

Teledo Islamic Center

Imigran Muslim dari Suriah dan Lebanon pertama kali datang ke Toledo sekitar tahun 1900. Sekitar tahun 1954, komunitas Muslim tersebut membangun Toledo Islamic Center di dekat pusat kota.

Karena pertumbuhan masyarakat, para pemimpinpun mulai membuat rencana untuk fasilitas baru pada tahun 1970-an. Pada tahun 1983, masjid dengan menara kembar dan kubah di Perrysburg Township merupakan masjid pertama dengan arsitektur seperti itu. Kini Islamic Center of Greater Toledo mewakili Muslim yang berasal dari 23 negara.

Akhirnya, jamaah Toledo Msjid Al-Islam membeli sebuah bangunan dua lantai yang awalnya digunakan sebagai laha perkantoran. Setelah dibeli, bangunan itu kemudian dibangun dan dinamakan kembali sebagai Masjid Al-Islam sejak lima tahun yang lalu.

Dearborn Mosque

Masjid Dearborn dianggap masjid tertua kedua di Amerika Serikat yang dibangun pada tahun 1937. Terletak tepat di Kota Detroit dan merupakan rumah bagi populasi Arab-Amerika yang terbesar di negara itu, masjid terentang di hampir satu blok panjangnya.

Sebagai komunitas Muslim, di daerah Detroit terus tumbuh sepanjang tahun 1960-an dan 1970-an, masjid juga menjadi pusat kegiatan sosial bagi penduduk.

Selama periode ini, perintah pengadilan mengizinkan masjid untuk melantunkan azan melalui pengeras suara yang pertama kali terjadi di Amerika Serikat. Pada tahun 2000, masjid direnovasi dari sekitar 7.300 meter persegi menjadi lebih dari 14.630 meter persegi. Akibatnya, layanan liburan yang begitu populer sering harus diadakan di tempat parkir. Saat ini, seluruh fasilitas sudah meluas menjadi 30.480 meter persegi.





Three-red-handdrawn-down-arrows