Sabtu, 05 September 2015

Bersatu Bahu Membahu Mensukseskan Program JAMMAS

Setelah palu diketok tanda dimulainya program JAMMAS seluruh civitas Al-Zaytun bergerak. Tujuannya hanya satu agar Masjid Rahmatan Lil Alamin segera selesai. Koordinator yang tersebar di seluruh Jawa, bertanggung-jawab mengumpulkan jahte yang akan dijadikan bibit. Setiap hari di akhir Desember tahun 2014 lalu mereka mencari dan menelisik dimana kebaradaan jahe gajah bermutu tinggi yang bisa dikembangkan untuk bibit. Ini bukan pekerjaan mudah, karena volume jahe yang akan dijadikan bibit jumlahnya ribuan kilogram. Boleh dibilang ini tak sekadar bibit biasa yang umumnya tidak memerlukan jate terlalu banyak.

Pencarian bibit memang menjadi salah satu langkah paling krusial meski tidak bisa dikatakn langkah pertama suksesnya program JAMMAS. K. Sejalan dengan agenda arena ditargetkan penanaman jahe unutk bibit ini harus selesai Januari 2015 atau hanya satu bulan bagitu gong ditabuh tanda dimulakannya program JAMMAS. Sejalan dengan agenda kerja bahwa jahe akan dipanen saat berumur sepluh bulan yang direncanakan Oktober 2015. Hasil panen pertama inilah yang akan dikembangkan untuk skala lebih luas, direncanakan memerluan 20 ton jahe.

Estimasinya satu titik tanam akan menghasilkan 20 kg jahe, untuk mendapatkan 20 ton itu diperlukan seribu titik tanam. Jika rata0rata stu titik tanam memerlukan dua kg, maka start pertama untuk bibit ini dibutuhkan dua ton jahe. Itu belum ditambah spare karena sudah barang tentu ada jahe yang tidak layak untuk bibit.

Kerja keras kemudian menjadi kata kunci keberhasilan. Jika agenda selesai tanam memerlukan waktu satu bulan, untuk penyediaan bibit pastilah lebih cepat dari dari itu. Karena Jahe yang akan dijadikan bibit mesti dipilah dan dipilih. Jadi para coordinator ini maksimal hanya mempunyai waktu setengah bulan untuk mencari jahe-jahe yang akan dijadikan bibit.

Mencari sumber-sumber penghasil jahe dan kantong-kantong jahe baik skala besar maupun kecil kemudain menjadi satu keharusan. Dimana pun, dari ujung timur Jawa sampai Banten jika mendapat informasi keberadaan jahe dalam jumlah besar akan diburu. Tidak mengenal waktu apakah pagi, siang atau sore, bahkan malam sekalipun. Karena pendeknya waktulah yang mengejar para koordinator.

Hasil kerja keras dalam waktu singkat itu melegakan semua civitas Al-Zaytun. Karena jerih payah selama dua Ahad itu membuahkan hasil yang mengembirakan. Ratusan peti berisi puluhan jahe siap untuk bibit mampu didatangkan oleh para koordinator. Memang tidak sekaligus, mengingat sulitnya mencari jahe dalam skala besar dalam satu tempat. Terkadang para koordinator hanya mendapatkan puluhan kilogram jahe dalam satu lokasi yang sudah didatangi. Tetapi itu tak jadi soal. Dari hanya puluah kilogram ini kemudian dikumpulkan dalam satu tempat sampai volumenya layak untuk dikirim ke Al-Zaytun. Bukan hanya pantas berkaitan dengan kuantitas saja, perkara bensin menjadi salah satu pertimbangan.

Alhasil jahe yang akan dijadikan bibit tibanya tidak serentak. Bartahap ! Keuntungan dari kedatangan jahe secara bertahap ini adaah tetap terjaganya kualitas jahe yang akan dijadikan bibit karena begitu samapai di Al-Zaytun langsung disortir dan ditanam mana yang layak untuk bibit atau sebaliknya. Jahe pun tidak mengalami penumpukan yang bisa mengakibatkan kebusukan.

Selain itu efisiensi tenaga kerja juga menjadi salah satu yang menjadi kelebihan. Karena jika jahe datang serentak sesuai dengan target pastilah untuk memilahnya memerlukan tenaga yang tidak sedikit. Itu belum termasuk ketelitian saat penyortiran. Barang dengan volume besar proses memilihnya jauh lebih sulit.

Saat para koordinator “gerilya” mencari jahe, relawan di Al-Zaytun mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan proses tanam. Empat lokasi disiapkan. Semuanya di dalam kampus Al-Zaytun. Ada yang di sebelah timur Waduk Istisqa’, di utara Masjid Rahmatan Lil Alamin, dan satu lagi di samping utara kantin umum. Sisanya di depan Gedung Perkuliahan Soeharto, tepatnya di lokasi yang akan dijadikan Gedung Pembelajaran Ir. Ahmad Soekarno.

Sistem yang digunakan untuk penanaman pembibitan tak ubahnya seperti proses pengolahan tanah untuk tanam bawang merah, berupa bedengan. Lajur-lajur bedengan dibentuk lebar kurang lebih dua meter. Di atas bedengan inilah karung-karung yang sudah diisi media tanam sebagai tempat nenaman jahe diletakan. Setiap bedengan diisi sebanyak empat karung berjejer dan berbanjar sepanjang bedengan tersebut. Pola bedengan ini dibuat ujuannya tak lain agar tanaman jahe tidak terendam ketika hujan turun. Kanan kirinya dibentuk selokan-selokan sebagai saluran air dan tempat lalu-lalang petugas yang merawat jahe.

Bersamaan penyediaan lahan, pembuatan media tanam pun dilakukan. Ribuan kubik tanah dengan kandungan unsur hara cukup diambil dari beberapa tempat yang ada di sekitar Kampus Al-Zaytun. Tanah ini kemudian dicampur dengan pupuk kandang dari peternakan Al-Zaytun. Ditambah pula sekam yang merupakan “limbah” penggilingan padai yang dimiliki Al-Zaytun. Perpaduan unsur-unsur tersebut diharapkan menjadi sebuah media tanam yang “mak nyus” untuk tumbuh kembangnya bibit-bibit jahe.

Lantaran volumenya sangat besar proses pencampuran untuk media tanam ini tidak manual, menggunakan cangkul misalnya. Backhoe yang biasanya digunakan untuk mengeruk tanah menjadi pilihan yang tepat. Dengan alat berat ini tanah, pupuk kandang dan sekam yang berpuluh-puluh kubik akan cepat tercampur dengan rata sesuai perbandingan yang diinginkan.

Puluhan relawan setiap hari bertugas memasukan media tanam yang sudah jadi ke dalam karung-karung yang telah di desain khusus. Ada yang bertugas menyerok dan memasukan media tanam ke dalam karung, ada yang bagian memegangi karung. Ada pula yang mendapat jatah menata karung-karung yang sudah diisi. Mereka bekerja dengan penuh tanggung jawab yang diselingi canda tawa seakan tidak mengenal lelah dalam menyelesaikan tugas. Sebagai bentuk respon positif dengan adanya program JAMMAS ini.

Karung-karung yang sudah terisi media tanam “diterbangkan” menuju lokasi yang telah dipersiapkan. Truk pengangkut siap memberangkatkan ke lokasi yang jauh dari pencampuran media. Sedangkan yang sudah didekat lokasi, media itu diangkut dengan dipikul secara bergotongan untuk diletakan di atas bedengan. Hilir-mudik pengangkutan media tanam ini seakan menjadi kegiatan olahraga relawan Al-Zaytun.

Di atas lahan bedengan yang sudah terbentuk, karung-karung itu dijejer berbaris. Pengaturannya pun ditata sedemikian rupa supaya terlihat rapid an teratur. Ketika kita memandang laksana menyaksikan ratusan bahkan ribuan tentara yang berbaris dalam regunya masing-masng. Di dalam polybag itulah bibit-bibit jahe “diternak” hingga kelak menjadi “keluarga besar” yang mampu memenuhi kebutuhan bibit puluhan bahkan ratusan hektar lahan JAMMAS.




Three-red-handdrawn-down-arrows


1 komentar: