Ma’had
Al-Zaytun (MAZ) benar-benar merubah paradigma berpikir khalayak ramai dari
anggapan bahwa pesantren itu kumuh menjadi pesantren itu bersih, megah, gagah
dan modern. Segagah sejarah pesantren yang mampu bertahan melintasi berbagai
tantangan dari sejak beberapa abad lalu hingga kini.
Semua bangunan gedung di ma’had modern komprehensif ini bukan hanya bersih, megah dan gagah untuk sesaat, melainkan dibangun berdaya tahan lebih lima ratusan tahun bahkan bisa puluhan abad, setara bangunan-bangunan monumental di dunia, yang sudah mengukir sejarah pada zamannya. Terutama bangunan Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin yang merupakan induk dari semua karya besar yang menumental di ma’had ini, yang kelak diyakini akan diukir sejarah sebagai simbol kebesaran dan kebangkitan bangsa ini.
Semua bangunan gedung di ma’had modern komprehensif ini bukan hanya bersih, megah dan gagah untuk sesaat, melainkan dibangun berdaya tahan lebih lima ratusan tahun bahkan bisa puluhan abad, setara bangunan-bangunan monumental di dunia, yang sudah mengukir sejarah pada zamannya. Terutama bangunan Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin yang merupakan induk dari semua karya besar yang menumental di ma’had ini, yang kelak diyakini akan diukir sejarah sebagai simbol kebesaran dan kebangkitan bangsa ini.
Gaya
arsitekturnya pun merupakan perpaduan menyeluruh dari semua gaya arsitektur
yang ada di dunia ini. Gaya arsitektur bernilai estetika universal, yang di
ma’had ini disebut sebagai gaya arsitektur rahmatan Lil ‘alamin.
Pendek
kata, MAZ yang semua bangunan dan kegiatannya berpusat pada Masjid Rahmatan Lil
‘Alamin, dibangun sebagai sebuah kawasan pendidikan terpadu yang monumental
dalam abad 21 ini. Hingga kelak, sampai berabad-abad ke depan, MAZ akan
dicatat sejarah menjadi sebuah monumen fenomenal milenium ketiga.
Diyakini,
kelak, bagi generasi berikutnya, monumen ini akan bernilai sejarah setara
dengan bangunan-bangunan monumental dunia yang sudah tercatat dalam sejarah
zamannya masing-masing. Seperti, bangunan monumental Islam kompleks Masjid
Cordoba, Istana Al-Hamra dan Medinat az-Zahra di Spanyol. Juga
bangunan-bangunan monumental Romawi, Mesir, Dinasti Cina klasik,
kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang bersejarah dan mampu bertahan ratusan
sampai ribuan tahun.
Setiap
bangunan yang didirikan di MAZ, diprogram harus memenuhi persyaratan pokok
yakni berdaya tahan lama, aman untuk difungsikan sesuai hajat ma’had. Setiap
bangunan itu harus cukup kuat dan berkemampuan memikul pembebanan yang terjadi
baik pembebanan vertikal maupun horizontal dalam jangka waktu lama. Kekuatan
itu dirancang dengan penggunaan kekuatan elemen-elemen (material) konstruksi
berkualitas dan proses pengerjaan yang telaten dan cerdas.
Dalam
hal sistem kontrol mutu bangunan dilakukan dengan sistem pengendalian sumber
daya yang disebut BMW, singkatan dari biaya, mutu dan waktu. Semua dikontrol
sejak awal, baik mutu manusia, mutu bahan bangunan maupun mutu peralatan
bangunannya.
Salah
satu hal yang amat menarik dalam proses dan sistem pembangunan di Ma’had
Al-Zaytun, semua dilakukan oleh tenaga profesional ma’had sendiri yang teruji
handal dan memegang prinsip ibadah, akhlak dan amanah. Mulai dari perencanaan,
pelaksanaan hingga pemeliharaan berada dalam satu manajemen internal yang
terpadu dan terkendali tanpa batas waktu, 24 jam setiap harinya.
Dengan
manajemen pembangunan seperti ini, bukan saja kualitas bangunannya yang bisa
dijamin, juga soal pembiayaannya yang jauh lebih rendah, 1 : 3. Artinya,
pembiayaannya hanya 1/3 dari biaya jika dikerjakan secara konvensional. Maklum,
di MAZ ini selain tidak ada birokrasi yang panjang dan berbelit, juga dijamin
tidak ada korupsi.
Sistem
manajemen dan proses pembangunan di MAZ ini tidaklah asal ada dan asal jadi.
Sejak awal Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) telah merencanakannya sedemikian
matang. Kemudian dibentuk tim pelaksana pembangunan pada pertengahan Mei 1995.
Tim pembangunan itu menerima amanah untuk bertugas dan bertanggung jawab
mewujudkan bangunan-bangunan yang dihajatkan sebagaimana telah direncanakan
dalam bentuk master plan Ma’had Al-Zaytun. Master plan itu ditetapkan bersama
di bawah pimpinan Syaykh al-Ma’had AS Panji Gumilang, selaku grand
architect-nya.
Kunjungan
itu telah pula memperluas wawasan dan memompakan spirit yang lebih besar serta
meresapkan sentuhan-sentuhan keindahan karya-karya besar arsitektur klasik
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ma’had ini. Semua masukan itu
memberi kekayaan ide arsitektur bernilai karsa dan estetika tinggi dan
universal dalam rancang bangun gedung-gedung di Ma’had Al-Zaytun, terutama
rancang bangun Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin.
Maka
jika mengamati seluruh konstruksi dan arsitektur bangunan di ma’had ini,
terutama rancang bangun dan arsitektur Masjid Rahmatan Lil ’Alamin, tak
berlebihan bila perencana dan arsitek di MAZ ini dapat disejajarkan dengan
arsitek Abbasiyah yang membangun kompleks Masjid Cordoba, Istana Al-Hamra dan
Medinat az-Zahra di Spanyol. Atau Salman al-Farisi yang merancang pembuatan
khandaq (parit) yang mengelilingi kota Madinah.
Sebagaimana
karya arsitek Abbasiyah dan Salman al-Farisi yang dicatat dalam sejarah
zamannya masing-masing, begitu pula karya tim perancang pembangunan MAZ ini
kelak pantas dicatat sejarah zamannya yang membangun bangunan-bangunan
monumental yang kelak menjadi bukti sejarah kebangkitan Islam dan kebangkitan
bangsa ini.
Masjid Rahmatan Lil ’Alamin
Masjid
adalah inti dan pusat kegiatan seluruh penghuni Ma’had Al-Zaytun (MAZ). Di
kampus ini santri dilatih dan dibiasakan hidup beribadah, melaksanakan salat
baik itu Isya, Subuh, Zuhur, Asar dan Magrib secara berjamaah, sekaligus
berdisiplin dalam tradisi kepesantrenan, namun hidup dalam suasana dan
manajemen modern.
Untuk
itu pertama kali dibangun Masjid Al-Hayat, sebagai masjid persiapan I’dadi, di
atas tanah seluas 5.000 m2 berlantai tiga berdaya tampung kurang lebih 7.000
jamaah. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1 Januari 1999 dan
pengerjaannya selesai dalam kurun waktu 3 bulan. Kemudian, sehubungan pesatnya
pertambahan jumlah santri dan penghuni MAZ menyebabkan Masjid Al-Hayat sudah
tidak mampu lagi menampung jamaah, baik pada hari-hari biasa maupun Jumat.
Sehingga
MAZ harus secepatnya membangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid
Rahmatan Lil ’Alamin. Masjid ini berdiri di atas tanah 6,5 hektar, berukuran
seluas 99 x 99 m berlantai 6 (enam), yang dapat menampung 150.000 jamaah.
Sebuah masjid terbesar di dunia. Masjid yang tengah dibangun ini memerlukan
biaya kurang lebih 14 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 135 milyar. Setelah
Masjid Rahmatan Lil ’Alamin digunakan, bangunan Al-Hayat akan difungsikan
menjadi perpustakaan MAZ.
Peletakan batu asas masjid Rahmatan Lil ’Alamin dilakukan pada tahun baru Hijriah 1 Muharam 1421 H oleh R Nuriana, Gubernur Jawa Barat saat itu. Pembangunan masjid ini boleh dibilang merupakan satu tonggak sejarah pembangunan sebuah simbol dan monumen kebesaran umat Islam di negeri ini. Di samping memiliki areal yang luas dengan daya tampung yang besar, Masjid Rahmatan Lil ’Alamin, juga mempunyai seni artistik yang tinggi, ditambah dengan dom (kubah) yang besar yang dilapisi bahan seperti emas yang maknanya agar Indonesia dapat tampil berkualitas emas.
Peletakan batu asas masjid Rahmatan Lil ’Alamin dilakukan pada tahun baru Hijriah 1 Muharam 1421 H oleh R Nuriana, Gubernur Jawa Barat saat itu. Pembangunan masjid ini boleh dibilang merupakan satu tonggak sejarah pembangunan sebuah simbol dan monumen kebesaran umat Islam di negeri ini. Di samping memiliki areal yang luas dengan daya tampung yang besar, Masjid Rahmatan Lil ’Alamin, juga mempunyai seni artistik yang tinggi, ditambah dengan dom (kubah) yang besar yang dilapisi bahan seperti emas yang maknanya agar Indonesia dapat tampil berkualitas emas.
Suasana
saat berlangsungnya pelaksanaan acara peletakan batu asas tersebut begitu
meriah. Selain Gubernur Jawa Barat turut hadir pula seluruh Kepala Daerah
Tingkat dua yang ada di Jawa Barat, juga kelompok-kelompok pengajian yang
datang dari berbagai penjuru Indonesia dan para undangan dari dalam negeri
serta dari negeri jiran Singapura dan Malaysia, ditambah ribuan masyarakat yang
ingin berpartisipasi bersodaqoh untuk pembangunan masjid Rahmatan Lil ’Alamin.
Kemudian,
peletakan batu pertama masjid Rahmatan Lil ’Alamin ini dilangsungkan setelah
masa 100 hari sejak dimulainya perletakan batu asas. Bermakna bahwa selama 100
hari setiap tamu yang berkunjung ke MAZ diperkenankan untuk ikut andil
meletakan batu asasnya.
Sebagai
simbol keberadaan umat Islam, sudah barang tentu apabila pembangunan sebuah
masjid menggambarkan nilai-nilai keimanan dan ajaran-ajaran Islam itu sendiri,
sebagaimana diuraikan oleh Syaykh al-Ma’had Dr Abdussalam Panji Gumilang dalam
penjelasannya mengenai filosofi pembangunan masjid Rahmatan Lil ’Alamin.
Luas
bangunan 99 x 99 m merupakan filosofi dari sifat-sifat Allah (Asmaul Husna)
yang berjumlah 99. Bila diputar ke arah mana saja, angka ini tidak akan pernah
berubah, bermakna selalu punya nilai yang sama yaitu 99. Sedangkan, filosofi
enam lantai masjid adalah Arkanul Iman, rukun iman yang berjumlah enam. Keenam
lantai tersebut secara keseluruhan mempunyai ketinggian 33 m yang mempunyai
filosofi jumlah tasbih, tahmid dan takbir setelah salat. Tinggi tiang
masing-masing lantai lima meter, ini mempunyai filosofi Arkanul Islam, rukun
Islam yang berjumlah lima.
Selain
memiliki kubah yang besar masjid Rahmatan Lil ’Alamin juga dilengkapi dengan
kubah yang kecil sebanyak empat buah. Filosofinya sebagai perwujudan bahwa
Indonesia mengenal berbagai madzhab. Juga mempunyai menara yang tingginya 68 m,
dengan luas lantainya 24x 24 m, ini filosofinya adalah Al-Khulafa al-Rasyidun.
Pada
kesempatan peletakan asas itu juga bagi seluruh undangan baik itu kelompok
ataupun perorangan yang ingin bersodaqoh, diminta tampil ke atas panggung
dengan menyebutkan berapa banyak jumlah yang ingin disodaqohkan baik itu berupa
uang ataupun semen. Setelah itu, mereka semua ikut berpartisipasi dalam
perletakan batu asas. Dari sodaqoh para undangan tersebut diperoleh dana yang
besarnya puluhan milyar rupiah bahkan hampir mendekati jumlah dana yang
dianggarkan yaitu sebesar 14 juta dolar AS (Rp 135 milyar).
Dimulai
dari Jakarta yang menamakan kelompok pengajian Falatehan Jayakarta bersodaqoh
3.000 tiang, atau sebesar 30 milyar rupiah. Kemudian kelompok pengajian
Parahiyangan Bandung bersodaqoh 1.000 tiang, atau sebesar 10 milyar rupiah.
Kelompok Ronggo Warsito Jawa Tengah bersodaqoh sebesar 10 milyar rupiah.
Kelompok pengajian Tombo Ati Jawa Timur bersodaqoh sebesar 10 milyar rupiah.
Kelompok Pengajian Sunan Gunung Jati Cirebon bersodaqoh sebesar 2,5 milyar
rupiah, Malaysia RM 12.000 atau sebesar 3,5 milyar.
Kemudian,
kelompok pengajian Lancang Kuning Riau bersodaqoh sebesar 30 juta rupiah.
Kelompok pengajian asal Lampung 50 juta rupiah, kelompok pengajian Bali 20 juta
rupiah, dan kelompok pengajian Sumatera Barat 20 juta rupiah. Kelompok
pengajian Sumatera Selatan 50 juta rupiah. Kelompok pengajian Kalimantan Timur
20 juta rupiah.
Kelompok
pengajian Timor Lorosae 10 juta rupiah, dan kelompok pengajian NTB 30 juta
rupiah. Kelompok Pengajian Jambi 20 juta rupiah. Wali santri asal Kalimantan
Selatan 300 sak semen. Kelompok pengajian Bengkulu 26 juta rupiah. Kelompok
pengajian Kalimantan Barat 20 juta rupiah. Eksponen yayasan 250 tiang atau sebesar
2,5 milyar. Keluarga Bapak Salim 120 juta, dan masih banyak lagi yang
kesemuanya ini tentunya merupakan perwujudan kebesaran dan kesatuan umat Islam.
Arsitektur Dunia
Pelaksanaan
pembangunan masjid ini dilakukan dengan telaten. Untuk sistem pondasi,
misalnya, dibuat dengan sistem pondasi kapal. “Sebenarnya, nama resminya raft
foundation atau pondasi rakit. Namun, kalau rakit maknanya kecil maka kami
sempurnakan menjadi pondasi kapal,” jelas Ir Djamal M Abdat, Pimpinan Tanmiyah
MAZ.
Sementara,
untuk menyempurnakan desain Masjid Rahmatan Lil ’Alamin, Syaykh al-Ma’had,
langsung memimpin tim beranggota M Natsir Abdul Qadir, M Yusuf Rasyidi dan Ir
Bambang T Abdul Syukur, pada akhir Oktober melakukan perjalanan ke Spanyol
untuk melihat secara langsung model arsitektur di Al-Hambra, Cordoba yang
terkenal itu. Kemudian ke Mesir, untuk melihat model bangunan arsitektur
masjid-masjid bersejarah yang punya nilai arsitektur yang tinggi.
Dalam
aplikasi gaya arsitektur, semuanya dipertimbangkan secara matang. Gaya itu
harus punya nilai estetika universal, tidak cenderung kepada suatu etnik lokal
atau antipati terhadap nilai-nilai estetika tertentu. Syaykh al-Ma’had selalu
berpesan, tidak ada dikotomi arsitektur Islam, gothic atau tradisional.
Arsitektur
Masjid Rahmatan Lil ’Alamin dibuat dengan memadukan model arsitektur di seluruh
dunia. Hal ini dilakukan karena Masjid Rahmatan Lil ’Alamin akan menjadi sebuah
masjid monumental karya umat Islam di abad 21 ini akan menjadi rahmat bagi
semua orang. Gaya arsitekturnya merupakan perpaduan menyeluruh dari semua gaya
arsitektur yang ada di dunia ini.
Bahkan,
rencananya masjid ini akan dilapisi oleh granit, mulai seluruh lantai dan
dindingnya. “Untuk keperluan ini tak kurang dari 70.000 meter persegi granit
yang dibutuhkan”, jelas Syaykh al-Ma’had. Dan sesuai dengan namanya Rahmatan
Lil ’Alamin, masjid yang akan menebar rahmat, menebar kasih hingga akan
tercipta hubungan silaturahmi yang tidak ada putus-putusnya.
Sepenggal Pengalaman Pekerja
Barangkali
menarik dikisahkan sepenggal pengalaman para pekerja kontruksi yang terlibat
dalam pembangunan Masjid Rahmatan Lil ’Alamin ini. Terutama mereka yang bekerja
di ketinggian ketika merangkai kerangka lengkung struktur pembentuk kubah besar
masjid ini. Bekerja di ketinggian bukan pekerjaan yang bisa dilakukan sembarang
orang. Orang yang takut ketinggian jangan harap bisa melakukannya. Selain itu,
mereka harus memiliki ketahanan mental dan fisik, sebab pada ketinggian 40
meter ke atas, angin berhembus lebih kencang daripada di daratan. “Di
ketinggian 15 meter saja angin sudah kencang,” kata salah seorang karyawan MAZ
sub unit erection
Sekadar pembanding, memanjat sebuah tower transmisi listrik saja sudah memerlukan tenaga besar. Sampai di atas bukan tujuan akhir melainkan hanya sebuah langkah awal. Di ketinggian itu mereka mesti melakukan pekerjaan spesifik yang terkadang dilakukan sambil berdiri di atas sebatang besi kerangka. Begitu pula dalam proses ereksi kerangka bangunan yang di MAZ seluruhnya menggunakan baja WF. Terkadang seorang petugas mesti bergelayutan di rangka-rangka baja yang sedang dikerek tower crane.
Pemandangan
menegangkan begitu terasa ketika para petugas sub unit erection tengah
merangkai kerangka-kerangka lengkung struktur pembentuk kubah besar mesjid ini.
Bayangkan mereka harus bergelayutan dan memanjat baja WF lengkung sepanjang 24
m di atas ketinggian 80 m untuk menyambung belalai-belalai WF pembentuk kubah
besar itu. Atau ketika harus mengencangkan baut-baut perangkai dan kemudian
mengelasnya.
Menurut
A Daud yang sejak awal menjadi komandan unit pabrikasi, setiap pekerja di
unitnya dituntut mampu mengelas, sebab semua rangkaian konstruksi baja, selain
diikat dengan baut mesti diperkuat dengan sambungan las. Pada saat-saat seperti
ini keseimbangan tubuh menjadi vital. Salah, tak seimbang atau grogi, nyawa
menjadi taruhannya. Bagi orang yang takut ketinggian, jangankan untuk merangkai
struktur baja yang beratnya berton-ton, berdiri di sebatang WF saja pasti sudah
gemetar. Terlalu lama, keringat dingin bisa mengucur.
Tak
salah jika para pekerja spesialis perangkai konstruksi baja merupakan para
pekerja yang betul-betul sudah teruji. Sebagai contoh, di sub unit erection
MAZ, seseorang yang diperkenankan bekerja di ketinggian telah melalui proses
seleksi alam. Pertama sekali jika mampu bekerja merangkai baja hingga satu
lantai, ditingkatkan hingga dua lantai. Begitu seterusnya. Menurut salah
seorang karyawan unit ini, suatu ketika salah seorang rekan berkeringat dingin,
padahal baru di ketinggian dua lantai.
Komandan unit yang bijaksana akhirnya memutuskan rekan tersebut tak lagi bertugas di ketinggian. Keputusan seperti itu menjadi bagian terpenting dalam proses pekerjaan konstruksi. Bagaimanapun, keselamatan kerja tak boleh terabaikan. Terkadang kelalaian kecil berakibat besar. Satu baut kendur, terkadang harus dibayar dengan kecelakaan kerja. Jelas, hal-hal seperti itu mesti diantisipasi dengan sebuah sistem. Maka, sebelum memulai pekerjaan setiap komandan sub unit tak boleh alpa mencek kesiapan personil dan peralatan kerja yang digunakan mengingat wilayah kerja unit ini berisiko tinggi.
Komandan unit yang bijaksana akhirnya memutuskan rekan tersebut tak lagi bertugas di ketinggian. Keputusan seperti itu menjadi bagian terpenting dalam proses pekerjaan konstruksi. Bagaimanapun, keselamatan kerja tak boleh terabaikan. Terkadang kelalaian kecil berakibat besar. Satu baut kendur, terkadang harus dibayar dengan kecelakaan kerja. Jelas, hal-hal seperti itu mesti diantisipasi dengan sebuah sistem. Maka, sebelum memulai pekerjaan setiap komandan sub unit tak boleh alpa mencek kesiapan personil dan peralatan kerja yang digunakan mengingat wilayah kerja unit ini berisiko tinggi.
Setelah
melihat keanggunan dan keagungan masjid ini, meski belum rampung seluruhnya,
hasil jerih payah para pekerja itu terasa menjadi suatu kebanggaan dan
kehormatan yang nilainya lebih besar dari jerih payah dan segala risiko yang
mereka hadapi itu.
Masjid
ini adalah sebuah karya besar yang patut dicatat sebagai simbol kebangkitan
bangsa ini. Bahkan lebih dari itu, sebagai simbol pengagungan dan ketaqwaan
manusia kepada Allah.
Kini
(Juni 2005), kendati belum rampung, masjid yang direncanakan mampu menampung
150 ribu jamaah itu telah digunakan dalam berbagai acara besar, seperti Idul
Fitri, Idul Adha, peringatan 1 Muharram dan acara-acara besar lainnya.
Dalam acara-acara itu pulalah dilakukan penggalangan dana untuk pembangunan
Masjid Rahmatan Lil ’Alamin dari jamaah yang hadir.
Master Plan dan Sistem Manajemen
Semua
proses pembangunan prasarana dan sarana di Al-Zaytun bermula dan berpedoman
pada master plan yang telah ditetapkan bersama di bawah pimpinan Syaykh
al-Ma’had. Kebersamaan atau team work adalah hal yang menonjol dan mutlak di
ma’had ini. Team work yang taat pada suatu sistem dengan segala pranatanya
mulai dari yang tertinggi sampai terendah.
Semua
eksponen, termasuk karyawan pembangunan, sangat menyadari dan memahami bahwa
keberadaannya dalam suatu tim kerja adalah untuk ibadah kepada Allah, dan
sepatutnya berakhlakul karimah baik kepada pimpinan, sahabat, bawahan maupun
juga terhadap material dan peralatan pembangunan serta terhadap waktu. Di bawah
pimpinan Syaykh al-Ma’had, yang bijak dan kebapakan, setiap eksponen memahami
fungsi dirinya masing-masing dalam tugas dan tanggung jawabnya terhadap amanah
yang diberikan kepadanya.
Sistem
manajemen yang diterapkan di MAZ ini tidak sekadar sistem manajemen modern yang
sudah teruji ampuh di tempat lain, melainkan lebih daripada itu, sistem
manajemen yang dinaungi dan dibekali kedalaman iman dan taqwa. Sistem nanajemen
yang berpegang pada ibadah, akhlak dan amanah. Manajemen Ilahiyah yang bermakna
manajemen tauhid atau manajemen terpadu dalam satu kesatuan sistem.
Tahapan-tahapan pembangunan proyek mulai dari perencanaan hingga pemeliharaan
berada dalam satu manajemen terpadu dan terkendali.
Dalam
sistem manajemen demikian itu, Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) sebagai induk
organisasi Ma’had Al-Zaytun, pertama kali membentuk tim pelaksana pembangunan
pada pertengahan Mei 1995. Tim inilah sebagai penerima amanah yang bertugas dan
bertanggung jawab mewujudkan bangunan-bangunan yang direncanakan dalam master
plan Ma’had Al-Zaytun yang telah ditetapkan bersama di bawah pimpinan Syaykh
al-Ma’had.
Kemudian
dibentuk Tim Pelaksana Pembangunan yang disebut sebagai Tim Tanmiyah. Tim
Tanmiyah ini dipimpin oleh seorang ahli beranggotakan delapan tim pembangunan,
terdiri dari arsitek, teknik sipil, mekanik dan kelistrikan serta dilengkapi
beberapa penanggung jawab kepersonaliaan. Sementara untuk pelaksana di lapangan
ditunjuk beberapa insinyur muda, mendukung tim inti yang juga turun ke lapangan
sesuai keperluannya.
Tim
Tanmiyah ini bekerja secara terpadu dan terkendali selama 24 jam setiap
hari, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pemeliharaan. Dengan sistem
manajemen terpadu 24 jam, maka setiap instruksi tertangani secara cepat dan
tepat. Selama 24 jam para karyawan mencurahkan tenaga mereka untuk
menyempurnakan azam umat: sesuai maklumat Ma’had Al-Zaytun membangun monumen
umat Islam yang akan dihadiahkan untuk umat Islam sedunia.
Pertama
kali, Ir Djamal M Abdat, ditetapkan sebagai Rois ‘am Tim Tanmiyah, Ir Djamal M
Abdat sebagai pemimpin tim dan dianggotai oleh Ir Asrur Rifa, Ir Bambang
A.Syukur, Ir Abdurrahman, Ir A Hanif dan Ir Armand AR dilengkapi
personalia terdiri dari Abbas Ali Nasution selaku koordinator bersama Usman
Azhari dan Rahmat Ramadhan.
Tenaga-tenaga
profesional yang tergabung dalam tim pembangunan ini mengerjakan sendiri semua
pekerjaan. Sejak awal antara konsultan dan kontraktor dibuat menyatu. Tidak
dikenal main contractor dan sub contractor. Dengan sistem manajemen pembangunan
seperti itu, banyak mata rantai yang diputus, sehingga tidak perlu mengeluarkan
uang yang tidak seharusnya dibelanjakan. Semuanya dikerjakan sendiri. Keperluan
besi, misalnya, yang dibeli bahan baku, lalu dipabrikasi sendiri, di-erection
sendiri.
Sistem
seperti ini terbukti mempunyai banyak keunggulan dan keuntungan dibandingkan
dengan sistem proyek pembangunan yang lazim di luar MAZ. Selain untuk menghemat
biaya juga menjaga mutu. Untuk setiap bangunan, biayanya hanya sepertiga dari
biaya bangunan jika itu dikerjakan oleh kontraktor luar.
Juga unggul dari segi efisiensi waktu. Contohnya, ketika merencanakan Masjid
Al-Hayat hanya membutuhkan waktu satu pekan, pelaksanaan pembangunannya pun
hanya 100 hari. Bandingkan dengan kebiasaan di tempat lain, untuk perencanaan
bangunan saja paling tidak membutuhkan waktu dua kali dari lama pelaksanaan
pembangunan bangunan itu sendiri.
Dengan
penghematan itu, dana bisa dipergunakan untuk membeli bahan-bahan material yang
berkualitas. Dalam hal ini, tanmiyah sangat selektif memilih bahan material.
Sebagaimana dijelaskan oleh Djamal M Abdat, Rois ‘am Tanmiyah, yang bertanggung
jawab terhadap pembangunan fisik secara keseluruhan, bahwa pihaknya tidak mau
menggunakan bahan yang tidak berkualitas.
Dalam
hal pengadaan material pun selalu dibeli dalam partai besar, sehingga biaya
yang harus dikeluarkan menjadi lebih murah. Biasanya, pembelian tidak hanya
untuk kebutuhan satu proyek bangunan. Sebab pembangunan di ma’had ini terus
berlanjut sampai kebutuhannya tercakup. Maka, tatkala membeli besi atau baja,
atau material jenis lain, tidak pernah khawatir akan terbuang, pasti
dimanfaatkan.
Selain itu, yang juga membuat murah, semua bahan-bahan dibeli dalam bentuk bahan baku. Bahan baku atau bahan mentah itu kemudian diolah kembali oleh karyawan-karyawan ma’had yang memang sudah berpengalaman. Besi dan baja dipabrikasi sendiri, lalu erection juga dilakukan sendiri. Begitu pula untuk bahan-bahan perkayuan. Semua komponen bangunan seperti daun pintu, kusen, furniture dan khususnya isi bangunan (meja, kursi, papan tulis dan partisi) dikerjakan sendiri.
Selain itu, yang juga membuat murah, semua bahan-bahan dibeli dalam bentuk bahan baku. Bahan baku atau bahan mentah itu kemudian diolah kembali oleh karyawan-karyawan ma’had yang memang sudah berpengalaman. Besi dan baja dipabrikasi sendiri, lalu erection juga dilakukan sendiri. Begitu pula untuk bahan-bahan perkayuan. Semua komponen bangunan seperti daun pintu, kusen, furniture dan khususnya isi bangunan (meja, kursi, papan tulis dan partisi) dikerjakan sendiri.
Dengan
sistem manajemen seperti itu, setiap bangunan yang didirikan di MAZ memenuhi
persyaratan pokok berdaya tahan lama. Setiap bangunan itu harus cukup kuat dan
berkemampuan memikul beban dalam jangka waktu lama. Kekuatan itu dirancang
dengan penggunaan kekuatan elemen-elemen (material) konstruksi berkualitas dan
proses pengerjaan yang telaten dan cerdas.
Dalam
hal sumber daya manusia, pada waktu proyek dimulai, hanya sembilan orang.
Kemudian sesuai dengan kebutuhan pembangunan kini telah mencapai lebih 2.500
orang. Terbagi dalam 28 unit karyawan, masing-masing fungsinya berbeda. Jumlah
ini tidak statis tapi dinamis artinya bisa berubah sesuai kebutuhan. Bisa bertambah
bisa berkurang. Jika pekerjaan di suatu unit sudah selesai maka karyawannya
akan diperbantukan ke unit lain yang sedang mengejar target penyelesaian.
Seluruh
karyawan tinggal di sekitar lokasi proyek. Setiap pagi mereka menerima amanah
dari insinyur pelaksana. Malam hari, melakukan evaluasi tentang progres yang
telah dicapai. Sehingga setiap saat, semua pekerjaan menjadi terkontrol. Hampir
tidak ada mandor yang harus berada di lokasi proyek setiap saat. Artinya,
walaupun pimpinan unit sedang tidak ada di lokasi proyek, seluruh program
harian tetap berjalan semestinya. “Mandor mereka adalah Alquran, di tangan
mereka alat kerja, di kantong mereka ada Alquran, minimal kitab Juz’ Amma”,
kata Syaykh al-Ma’had. Mungkin saat ini, sistem ini satu-satunya di Indonesia
atau bahkan di dunia.
Setiap
pekerja mendapat kesempatan untuk bekerja di semua unit. Dengan demikian semua
karyawan diharapkan punya keahlian yang bermacam-macam. Suatu saat mereka
mengaduk semen, pada saat lain mereka juga harus bisa mengemudikan dozer atau
membuat furniture. Besok bisa jadi tukang batu, lusa bisa di kantor memegang
komputer. Jadi, harus di-rolling supaya hidup, tidak membosankan. Di sini
setiap unit sama, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah antara petugas yang
mengecor, menyapu atau yang duduk di depan komputer. Semua nilainya sama, yang
membedakan adalah ketaqwaan.
Pengadaan dan Pemanfaatan Material
Kualitas
bangunan juga dimulai dari perencanaan material. Kekuatan bangunan bergantung
kepada kekuatan elemen-elemen (material) konstruksi bangunannya. Untuk bangunan
yang diprogram akan bertahan berabad-abad, bahan-bahan dasarnya harus
berkualitas. Dan untuk lebih menjamin kualitas bahan-bahan material itu, sejak
awal dilakukan kontrol mutu, mulai dari pengadaannya sampai pemanfaatannya.
Material konstruksi yang digunakan meliputi material baja profil, baja tulangan dan material beton yakni campuran material semen, pasir, kerikil dan air. Material arsitektur meliputi material untuk lantai dan tangga seperti keramik, untuk dinding berupa batu, cat, kayu, kusen, kayu pintu, jendela dan kaca. Adapula material untuk plafond seperti tripleks, gypsum serta material atap berupa genteng dan alumunium. Material plumbing meliputi instalasi pipa-pipa air bersih dan air kotor, pipa hidrant, kran wastafel, kloset, dan lainnya. Dan untuk material elektrikal meliputi instalasi kabel-kabel, pipa-pipa listrik, dan lampu-lampu.
Material konstruksi yang digunakan meliputi material baja profil, baja tulangan dan material beton yakni campuran material semen, pasir, kerikil dan air. Material arsitektur meliputi material untuk lantai dan tangga seperti keramik, untuk dinding berupa batu, cat, kayu, kusen, kayu pintu, jendela dan kaca. Adapula material untuk plafond seperti tripleks, gypsum serta material atap berupa genteng dan alumunium. Material plumbing meliputi instalasi pipa-pipa air bersih dan air kotor, pipa hidrant, kran wastafel, kloset, dan lainnya. Dan untuk material elektrikal meliputi instalasi kabel-kabel, pipa-pipa listrik, dan lampu-lampu.
Untuk
baja konstruksi, digunakan baja tulangan dan baja profil yang masih harus
didatangkan dari Korea, Jepang, Polandia dan Rusia. Soalnya, ketika pernah
dicoba menggunakan baja WF lokal hasilnya sangat tidak memuaskan, belum apa-apa
sudah melengkung. Baja tulangan yang digunakan berdiameter mulai 6 mm hingga 32
mm. Sedangkan untuk baja profil menggunakan bentuk-bentuk seperti wide flange
(sayap lebar) berdimensi tinggi 200 mm hingga 450 mm, Canal Cnp berdimensi
tinggi mulai 75 mm hingga 150 mm, siku berukuran 30 mm hingga 100 mm dan juga
plat baja berukuran tebal mulai 2 mm hingga 15 mm.
Sedangkan
untuk kekuatan lantai bangunan digunakan pelat lantai beton bertulang dengan
kualitas betonnya 300 kg per cm persegi. Pelat lantai tersebut dipikul oleh
balok lantai dengan menggunakan baja profil sayap lebar (wide flange) dengan
kekuatan tegangannya bernilai 4.100 kg per cm persegi.
Suatu
hal yang patut dicatat bahwa semua pengadaan material adalah bahan baku.
Kemudian diolah sendiri menjadi bahan material jadi. Keperluan besi, misalnya,
yang dibeli bahan baku, lalu dipabrikasi sendiri dan di-erection sendiri. Dalam
pabrikasi baja baik pemotongan, pengelasan maupun pelubangan (pons) dan rolling
plat baja seluruhnya menggunakan teknologi Ma’had sendiri. Teknologi pembesian
memanfaatkan peralatan yang disebut bar cutter dan bar bending machine untuk
memotong dan membengkokkan besi tulangan sesuai kebutuhan.
Semua
itu dikerjakan sendiri oleh unit kerja pabrikasi yang bertanggung jawab
mengenai konstruksi baja dan pembesian, dari mulai bahan baku sampai menadi
bahan yang siap dipasang menjadi konstruksi bangunan di Ma’had Al-Zaytun. Untuk
bisa memenuhi target yang diprogramkan oleh yayasan tepat waktu, sistem kerja
yang diterapkan bagian pabrikasi berbeda dengan unit-unit yang lain yakni
memberlakukan dua shift, bekerja 24 jam siang dan malam.
Di
samping memberlakukan sistem kerja 24 jam, tenaga kerja unit pabrikasi pun
mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya
serta berpengalaman dalam pembesian sebelumnya.
Begitu
pula dalam pemasangan konstruksi baja menggunakan alat power winch. Dalam
pengeboran air menggunakan mesin bor sumur (drilling machine) pada submersible
pump (pompa sumur dalam). Dalam pelaksanaan pondasi pun diterapkan teknologi
modern yang dioperasikan tenaga sendiri.
Dimulai
dengan penggalian tanah menggunakan excavator. Setelah itu tanah diangkut
dengan dump truck ke suatu tempat. Selanjutnya tanah diratakan dengan dozer
sebelum dilakukan pemadatan oleh vibrator hingga diperoleh daya dukung yang
kuat. Pada saat pembetonan, tim memanfaatkan truck mixer untuk menuangkan beton
siap pakai. Truk ini mengambil beton siap pakai tersebut dari batching plant
(pembuatan beton masak) pembuat ready mix concrete yang juga dikerjakan sendiri
di kompleks Ma’had.
Oleh Ch Robin Simanullang
(Berita Indonesia 01)
0 komentar:
Posting Komentar